Jumat, 01 April 2011

KACAMATA* HITAM - MANIS

…………………………………………………
Ada sesuatu di perutku yang ingin ku keluarkan
Dan kurasa itu kegelisahan
Tak apa-apa barangkali saling menatap
Dari balik bening kaca seperti rindu yang dipantulkan
Pada wajah yang engkau kenali lewat hujan

…………………………………………………
Tak apa-apa barangkali saling menatap
Biarkan dulu kuhabiskan tembakau yang terakhir
Karena kata-kata lebih awal menguap
Sementara hujan belum juga berhenti

…………………………………………………
Jika senja esok masih merah
Menandai pelangi yang benderang
Sejak engkau tak pernah lupa menyalakan lampu kamarmu
Ku kirim suara hujan
Yang hanya akan sesekali melintas di luar gorden jendela
Yang tak pernah engkau intip

…………………………………………………
tak perlu terburu-buru untuk terlelap
dengarkanlah lagu kusut yang bisa engkau ulangi
dari degup jantung yang terpotong
basah karena rintik selalu membuat kita berlari

…………………………………………………
Ada sesuatu di perutku yang ingin ku lepaskan
Dan kurasa itu keresahan
Setelah hujan berhenti
Berangkatlah !
Aku juga tak penting engkau tunggu
Tak perlu engkau tinggal jejak pada bunga yang engkau petik
Pada rumput yang lecek dari tapak kaki di taman
Kurasa dengan saling menatap
Telah engkau benamkan aku pada hujan
Menetes bersamanya memandangmu dari langit

………………………………………………….
Biarkan aku mengalir
Seperti kata-kata yang keluar dengan merdu
Seperti wangi keringat yang tertahan dingin dari kulitmu yang manis
Atau seperti senyum yang telah banyak menimbun keindahan

………………………………………………….
Sebentar lagi kegelisahan dan keresahan ku hempaskan
Tembakau terakhirpu belum ku habiskan
Tetapi apa yang engkau tatap dari bening kaca ?
Hujan…
Ataukah engkau hanya melabuhkan pula kesedihanmu pada angin
Angin yang selalu menyibak kain hitam
Yang membungkus sebentuk tubuh
Berwarna hitam manis yang ku kenali lewat hujan
Hujan dari balik bening kaca

………………………………………………….
Jika pagi tak lagi membangunkan daun-daun mengusikku
Tahanlah pintu dan jendelamu tetap terbuka
Hujan akan kembali menemuimu
Umpama tangis dari negeri yang jauh

…………………………………………………
Barangkali pertanda perjumpaan terakhir sejenis kerinduan
Dari dalam perut yang juga ingin kuhempaskan
Takkan ada lagi yang menatapmu
Dengan tembakau terakhir yang kini tersisa
Di bawah langit hitam di depan pintu kamarmu
Kemudian pagi
Membuatmu mahir menyimpan kenangan


A.P. ALAM RUMPA
KOMUNITAS HALTE KAYU INDONESIA
“Persinggahan Jiwa Bertabur Cinta”
LPMH-UH 6 Maret 2006 02:34 Tamalanrea Makassar


TAK BEGINI (*SEHARUSNYA TAK BEGINI)

Aku mungkin lupa
Menulis nama dalam ingatanmu
Lalu aku berbaur
Dengan compang-campingnya pakaian hari ini
Esok .. entah gaun apalagi ?

Barangkali sibuk
Tapi engkau masih di sini
Memahat dirimu sendiri
Pada dinding tua
Dan menyadari air mata lebih banyak menyembunyikan dustanya

Apakah engkau masih merasakan kehangatan siang ?
Sebab tak jauh darimu
Aku memandangi hujan
Menawarkan kesejukan yang memudar
Lantas kita rikuh pada diri kita sendiri

Warna-warni ..
Tak lagi merah, jingga, kuning, hijau atau biru
Karena setiap arah adalah tak ada
Sadar hanyalah puing-puing
Sesekali menyentil lalu hilang jua

Lalu jengah menjemput kejemuan
BERSAMA DOA LANTANG
DARI KOSTUM YANG KAINNYA SELALU TAK CUKUP
KURASA AIR MATA MASIH JUGA KURANG SAMPAI DETIK INI
NAMUN TUHAN .. MASIH SAJA MENYEDIAKAN MAAFNYA !!!

A.P. ALAM RUMPA
Ditulis di Makassar 23 Februari 2007

SIAPAPUN AKU

Tuhan aku datang begini rupa
Menabung kesedihan di kelopak mata
Menulis gundah di dalam hati
Lalu menemui-Mu bukan tak sengaja

Aku ingin bicara apa adanya
Yang Engkau tahu  sebelum aku tiba
Sepi mengoyakku
Mencincang hari dan memudarkan kerianganku

Telah sampaikah saudaraku yang berangkat lebih dahulu
Kemarin sore saat semua menangis
Dan aku tak bersedih
Sebab jika waktuku
Sedetik kemudian aku menyusulnya !


Untuk refleksi "DALAM HITUNGAN MUNDUR MENUJU KEMATIAN, 2011"
A.P. ALAM RUMPA
ditulis 23 Februari 2007

CINTA ITU BERNAMA DIAM

Aku tak ingin kata-kata melukaimu
Jadi ku urungkan ucapanku
Begitu sesungguhnya
Hingga suara tak ingin mewakilinya

Aku justeru jengah jika itu engkau tahu
Sebab ku mengerti kata-katalah yang berdusta
Telingalah yang pura-pura tak mendengarkan

Dan kiraku
Saat semua yang engkau mau aku lakukan
Dia akan beranjak dari hatiku
karena diam sebagiannya adalah luka

 A.P. Alam Rumpa
Tamalanrea, Makassar  22 April 2009 Hari Bumi